Sunday, September 30, 2007

Tangisan Pertiwi

mentari semakin suram
gerhana terus mengancam
mega-mega lembayung senja
menghantui desa dan kota
dengan fatamorgana
dan kesementaraan yang gila

hari bertukar musim
musim menjangkau purnama
pertiwi semakin gundah
mimpi bertambah parah
anak-anak terus berbalah
airmata darah banjiri lurah
barah dan nanah melimpah ruah
meracun dada segenap jiwa

tangisan bunda merungkai sendu
simfoni kasih membelai rindu
para pejuang berselendang bara
mengibar panji kuning dan jingga
meniti gelombang meredah segara
bahtera pusaka digiring pulang
ke pangkalan purba warisan nusa
dengan kemuliaan dan kedaulatannya

Daulat Tuanku
tangisan pertiwi rungkaikanlah sendunya
simfoni kasih kekalkanlah syahadunya
pastikanlah esok ada mentari
bulan dan bintang terang benderang
memayungi takhta Tanah Melayu
dengan keadilan
dan kesaksamaannya

Ruhanie Ahmad
Kajang
29 September 2007

Saturday, September 29, 2007

Hai Wan!

Hai Wan
jauh kau berjalan
di seluruh pelusuk
kau ada Wan
yang hitam
yang putih
yang legam
yang kelam,

Di situ kau ada
ranap
punah
di situ kau berdiri
hancur
lebur

Tengku
Sultan
Putra
Wan
manusia tak ditetapkan pada apa gelarnya
ditetapkan manusia pada sifat kemanusiannya

Dari air
menjadi tanah
dari tanah menjadi sifat
dari sifat menjadi khalifah

Hai Wan
lupakah kau
Tuhan melantikmu menjadi khalifah,
sekarang alam menjadi khalifahmu

Hai Wan
kau terlupa
barangkali kau terkhilaf
andainya nafsu menjadi Tuhanmu
kau kan menjadi haiwan....

Hesmel Faznee Faisal
25 September 2007
Ibupejabat KTM Berhad

[puisi di atas saya tulis mengenangkan seekor manusia yang melenyapkan Nurin]

Monday, September 17, 2007

Kita Orang Melayu

Kita orang Melayu
Melayu itu namanya bangsa
Melayu itu budi bahasa
Melayu itu adat budaya

Kita orang Melayu
keturunan mulia di Nusantara
Islam agama anutan jiwa
terus berbakti tak kira masa

Kita orang Melayu
harus mengenal sejarah bangsa
bersopan santun cerminan raga
lembut bahasa bila bicara

Kita orang Melayu
usah terhakis maruah bangsa
atas nama kemajuan dunia
jatikan dirimu tingkatkan usaha

Kita orang Melayu
Melayu bukan runtuhnya bangsa
Melayu bukan lemahnya raga
Melayu bukan kelas ketiga!

Khairun Nisak Hashim
SK Seksyen 7
Kota Damansara, Selangor
14 September 2007

Thursday, September 13, 2007

Malam Kemerdekaan

Semilir angin dingin ini
bagaikan berbisik
di sinilah berakhirnya
satu perjalanan anak watan
mencanai harga diri bangsanya

Semilir angin dingin ini turut berbicara
tentang kepedihan jiwa
lara seorang pemimpin
melihat legasinya kian tercarik
luntur dan kehilangan seri

Semilir angin dingin ini
terus bercanda
tentang cerita luka
sambil membisikkan
resah jiwa seorang bapa
melihat warisannya kecanduan berahi
menggadai seluruh maruah bangsa
untuk kembali tidak merdeka lagi

Semilir angin dingin ini
tidak henti mengungkapkan
di sinilah bangsa ku meraih gemilangnya
untuk menjadi pribumi merdeka

Tapi akhirnya
semilir angin dingin ini
menampar ku dengan terjahan kata-kata
di mana kemerdekaan bangsa mu
bila pribumi masih merintih duka
ayam di kepuk terus kelaparan
itik di kolam semakin kehausan
dagang lalu nasi ditanakkan
kera di hutan terus disusukan
anak di rumah mati kelaparan.....

Apa ertinya kemerdekaan yang kau warisi
sedang bangsa mu masih begitu
terbelengu dalam kedaifan hakiki
terkadang lebih hina dari anjing liar
yang bergelandangan
dan aku
tidak mampu menangkisnya

Kamal Amir
Pinggiran Westminster
London
11 September 2007
Kalau Ku Temui Maria
Di Gelanggang Matador

Lima puluh tahun lalu
kota ini tetap sebegitu
bersama tamadun berkurun warisannya
gagah menghirup darah dan air mata pribumiku
lima ratus tahun lalu kita punya si kitol
teman karib Alfonso Alburqaqe
sekadar meratah dan memanggang maruah bangsa kita
bukan satu jenayah
ia hanya legasi baginda queen!!!

Hari inipun masih tiada bezanya
kita punya Hang Nadim berkubukan betis
bukan untuk ditusuk todak dari Temasek
kerana akal fikirnya pintar
pencak silatnya tak pernah sumbang
dan terus berpencaklah dikau Hang Nadim

Di kota ini
aku sekadar mencari jejak
Panglima Hitam yang ditawan Peringi
mungkin di situ ku temui Maria
yang bakal mengajar ku ilmu matador
untuk segera menusukkan lembing jantanku
di pesta Esponia bersama lembu-lembu jantan
terhimpun dalam sorak sorai stadium
agar aku dapat segera menjeritkan
ungkapan seorang anak jantan
dalam teriakan merdeka!!! merdeka!!! merdeka!!!!!!!

Kamal Amir
Kotaraya Madrid
30 Ogos 2007
Teruskanlah Pesta Kecapi Itu

Dan kecapi itu berbunyi lagi
agar penari segera mengatur langkah
bukan berpencak di gelanggang
sekadar menghibur si maharaja
untuk segera lena
dan lena dan lena........!

Gemersik seruling anak desa
pinggiran kali semakin kering airnya
kontang.....!!!
bukan lagi resah pesawah
gundah itik kehausan di kolam
ayam di kepuk terus mencakar
mungkin ada sisa raja di sebalik antah

Usah mengamit resah
rebab itu mesti dipalukan
biar seluruh alam tahu
canang itu juga seharusnya dipukul
agar rakyat faham sefaham-fahamnya
kita masih mampu untuk tidur lena....
dan lena
lena!!!!!

Kantung pusaka masih berbaki
pamah sawah tetap subur
pelabuhan dagang semakin sibuk
suram kehidupan sekadar fatamorgana penyair
yang ketandusan akal budi
usah dihiraukan...

Kibarkan panji negara
tiup nafiri kebesaran
ada utusan membawa ufti
mari sama-sama kita jamah
bukankah hati gajah seiring dilapah
teruskan pesta kecapi ini
bukankah esok masih ada
mentari pasti muncul dan kita seharus begini
untuk dilihat sebagai satu bangsa timur
yang tahu dan bijak mengadun mimpi.

Kamal Amir
Pinggiran Sungai Thames
London
10 September 2007

Wednesday, September 12, 2007

Sehelai Tikar Pusaka

Sehelai tikar pusaka
dianyam penuh syahdu
dari mengkuang rimba raya
dengan jari jemari
nenek moyang warisan
untuk anak cucu bersila di atasnya

Damailah engkau anak cucuku
demikian doa nenek moyang
kasih pada sumpah marga
dan jangan kau biarkan
bukan marga
bersimpuh di atasnya

Kini…tikar pusaka
bukan hanya ditumpangi
tapi dikongsi bersama
diracik dan diagih
tikar semakin lusuh
reput dan robek
dirampas wira jelata
yang tak menganyamnya

Sehelai tikar pusaka
abstrak sebuah retorik bangsa
yang alpa, dayus dan derhaka!

Ismas Saring
Tanah Lot, Bali

Indonesia
Seekor Ah Lee
Dan Seorang Bah Bee

Di Bandar Hilir Melaka
kembali sejarah dalam nostalgia
sebuah pentomen bangsa
50 tahun dulu…berulang
penuh semangat…penuh kejayaan
cemerlang gemilang dan terbilang

Di Kampung Paya Mengkuang
sejak 50 tahun lalu
aroma najis jadi hidangan
sarapan pagi dan makan malam
anak-anak warisan Hang Tuah
di sogok Tee Poo Lang
lupa diri didodoi irama
‘Malaysiaku Gemilang’

Bah Bee menambah kandang
Ah Lee mengira laba
hasil kompromi dan toleransi
celeng imam di masjid
dan cindil makmumnya
itulah kemegahan bangsa
Melayuku yang dayus
mengira bahagian 10 peratus

Khin Zir bukan Bah Bee
boleh diternak
bayar cukai (zakat) halal jadinya
fatwa ulama jin hadarah
Daulat Tuanku!

Ismas Saring
dalam perjalanan
Johor Bahru-Kuala Lumpur
September 2007

Monday, September 10, 2007

Gagasan Satria

nusa bangsa dilanda bencana
diterjah angkara insan durjana
anai-anai merayap-merayap
dalam senyap menggerak sayap
nakhoda sasau dipukau silau
pancaran kilau fatamorgana
pertiwi sedih gundah gulana
meratapi nasib bumi merdeka
yang digolok-gadai jiwa raganya
dan diinjak-injak darjat daulatnya

di satu belantara rimba rahsia
satria merangka gagasan massa
mentakrif mimpi di kaki senja
mentafsir wasiat pejuang purba
serapah mentera wira perkasa
jadi lalintar penyula angkasa
pencak silat Laksamana Tuah
jadi azimat semangat gagah

menderap tapak dengan Bismillah
satria meredah gunung dan lurah
pantang undur menyerah kalah
titah disanjung kalimah dijunjung
badan dan nyawa galang gantinya
jiwa dan raga mahar sumpahnya
bertongkat paruh mendaki bukit
menongkah arus berakit-rakit
umat durjana ditumpas ganasnya
rayap-rayap dicabut sayapnya
bulan gerhana dirobek suramnya
kesucian agama dipulih syiarnya
makhota bangsa digilap auranya
maruah bangsa ditebus daulatnya

sesudah azan meratib detik
fajar terbit gilang gemilang
embun syahdu menyegar rindu
para satria mengibar panji
membenteng kota memagar desa
kalimah jaya mewarna suasana

para satria melaksana dasar
berpaksi sejarah ketuanan bangsa
yang suci abadi hemah budinya
para pujangga melarik madah
wawasan musalman bersendi Quran
memansuh kilauan fatamorgana
meruntuh luruh citra kayangan

dengan ikatan sumpah pertiwi
dengan tekad semangat jati
kalimah disanjung tanpa derhaka
titah dijunjung penuh setia
satria mengabdi raga dan nyawa
mengikis sikap dan jiwa hamba
memperkasa daya citra merdeka
di setiap dada tua dan muda

warga massa bersimfoni riang
anak-anak berdendang sayang
muda remaja menggapai bintang
petani girang tandang ke bendang
nelayan gembira dialun gelombang
menjulang gagasan nusa merdeka
karya satria belentara rahsia
barisan panglima tidak bernama

Ruhanie Ahmad
Country Heights, Kajang
31 Ogos 2007

Sunday, September 9, 2007

Mimpi Yang Tak Pernah Pasti

kabarkan kepada dunia
siapakah yang telah merdeka
dalam kemerdekaan ini?

kita tidak perlu berdalih
tanah ini telah mendewasakan
kebanggaan kita
dengan api dan darah
pantang menyerah!

mari kita bajukan
ketelanjangan diri
dari taburan mimpi
yang tidak pernah pasti

telah sekian lama kita terjebak
dalam nyanyian nina-bobo
tiduran kita ditaburi bunga-bunga
sejak hari pertama

datangilah kuburan
orang yang telah melahirkan kita
tetapi jangan sampai mereka terjaga
apakah kita mengenali mereka?
kita telah hilang kekitaan kita
sejarah telah berkubur di gua sepi

di luar masih terdengar
seribu jeritan luka
akan berdosa kiranya kita
tidak dapat memerdekakan
kemerdekaan dalam kemerdekaan ini?

kemerdekaan menjadi laut
menghimpun badai
yang tak pernah berhenti

mulailah menyoal
siapakah yang telah merdeka
dalam kemerdekaan ini?

kita menjadi belantara
di tengah kota
desa menjadi lautan debu
yang menikam mata
kita sudah tidak ada apa-apa
kecuali kata

kabarkan kepada dunia
kemerdekaan hanya sebuah kata
yang terpenjara di rongga

kebangkitan
membebaskan kemerdekaan
membangun hari depan
yang telah tiba hari ini

M Hanafiah Samad
Petaling Jaya
1984
Daulat Tuanku
[buat putraku Yasleh Khaliff Amri]

sekian ini lamanya engkau Melayu
menjadi kelasi armada yang kian karam
kerana seekor demi seekor nakhodamu
masih jua tetap menganyam pelangi
memintal mimpi lautan ilusi
menjelmakan fatamorgana
sebagai realiti harapan
di mana engkau terpesona mengakui
bahawa engkau bukannya hanya sekadar berseloka
dalam simfoni pelangi mimpi nyanyian ilusi
senandung kalbu melarik duka meraut malang
menguliti mega nestapa angan-anganmu
merentasi segara syahdu kealpaanmu

mana mungkin bersatu
nestapamu dan sayahduku
ya Melayu,
kerana engkau masih jua percaya
bahawa menara ketuananmu yang abadi perkasa
masih jua mungkin terbina di atas tapak anyaman mimpi

kerana demikianlah yang kau mahu
maka akan demikianlah seterusnya engkau Melayu

makanya
pun aku terpaksa sendirian
menimba bara meniti duri
demi PanggilanPERTIWI
akan ku tiupkan nafiri
yang bergema dari benua ke benua
Daulat Tuanku!
Daulat Tuanku! Daulat Tuanku!
Daulat Tuanku! Daulat Tuanku! Daulat Tuanku!
Daulat Tuanku! Daulat Tuanku!
Daulat Tuanku!

yassinsalleh
31 Ogos 2007
Taman Saujana Impian, Kajang.

Saturday, September 8, 2007

Warkah Derhaka

ku kirimkan warkah ini
penuh kata sembah derhaka
bingkisan hati warga setia
buat wazir di kota perdana
yang asyik lena di persada kuasa

warkah ini sembah derhaka
bingkisan hati warga setia
yang parah jiwa disula duka
angkara durja pendeta dusta
mungkar kata dan perbuatannya

warkah ini warkah terbuka
penuh takzim mencurah rasa
warga setia desa dan kota
lama kecewa berputih mata
tidak sabar menunggu masa
menanti bangkitnya gema suara
wazir saksama wazir dibangga
wazir bijak ditegakkan katanya
wazir durjana wazir disanggah
wazir khianat disula namanya

warkah ini memohon restu
perkenan daulat paduka tuanku
warga kota dan warga desa
minta dibela dengan segera
sebelum Jebat menendang terajang
menggoncang istana bahtera merdeka

Ruhanie Ahmad
country hights, kajang
5 September 2007
Gelora Jiwa Duka Nan Lara
Para Pejuang Hujung Benua

duhai Tok Bongkok Tanjung Puteri
duhai Hang Nadim Satria Riau
Laksamana Bentan Kota Tauhid
pulihkanlah segera
pulihkanlah segera
semangat juang dan daya tempur
para pejuang di hujung benua
yang duka lara diselubung gerhana

didihkanlah darah mereka
kerana titi gantian tambak nan usang
tersirat manfaat strategik impaknya
dengan hanya sekelip mata
hilang bayang dari pandangan

bakarkanlah jiwa mereka
bila gelanggang yang indah perkasa
kilat kilaunya memanah jiwa
kilat kilaunya menggetar dada
indah kabar dari rupanya
belanda bertandang atas undangan
naga menggila atas undangan
pribumi pula kehilangan nama

semarakkanlah tekad mereka
demi saudagar di hujung tanjung
kera di hutan disusu-susukan
ayam di kepok mati kelaparan
itik di air mati kehausan
sorak Pak kadok derai berderai
Pandir sasau dan mondar-mandir
makhota warisan jatuh berderai
bumi pusaka lenyap daulatnya

duhai Tok Bongkok Tanjung Puteri
duhai Hang Nadim Perwira Riau
Laksamana Bentan Kota Tauhid
inikah awal inikah mulanya
kepupusan Bangsa bernama Melayu
inilah awal inikah mulanya
daulat bangsa tekulai layu
inikah awal inikah mulanya
airmata darah melimpah ruah
bumi dipijak
jadi kota si dagang luar

duhai Tok Bongkok Tanjung Puteri
duhai Hang Nadim Perwira Riau
Laksamana Bentan Kota Tauhid
bila dagang datang bertandang
bila naga mula menendang
pribumi kecundang di luar gelanggang
lembing si Awang pulang ke Dayang

pulihkanlah segera perjuangan bangsa
pulihkanlah segera perjuangan bangsa
para pejuang di hujung benua
mahu pulang ke medan tempur
merampas gelanggang kota si dagang
menebus bumi dan tanah ini
walaupun kami
tenggelam
karam
tersungkur
mati
di laut api!

Ruhanie Ahmad
country heights, kajang
22 Mac 2007
Gurindam Poksu

(i)

sekian ini lamanya sudah
kau Melayu
menimba bara dalam perlumbaan
memburu mimpi
meniti pelangi angan-angan
dengan memenggal kesantunan peradaban
warisan keramat zaman berzaman.

sekian ini lamanya sudah
kau Melayu
menarah bukit bukau
meratakan gunung ganang
menara khazanah bumimu
pusaka keramat anugerah tuhanmu
yang diamanahkan kesejahteraannya
dalam jagaanmu.

(ii)

sekian ini lamanya sudah
engkau sendirian
meredah belantara kealpaan bangsamu
tidurmu bertilamkan onak
mimpimu bertatahkan duri
jagamu mencari muara
kelangsaian rimba sejarah tanahairmu
yang menuntut pemetaan hakiki
kembaramu menjunjung jihad
mencari nur-hidayah

semoga tersuluh keluar
bangsamu yang kian terpilin
dalam simpang siur kesesatan
di mana agamamu dibungkus
bagaikan barang dagangan
berpelekat lebel-lebel teknologi kreatif
para haiwan politik

maestro-maestro buloh perindu
mendodoikan bangsamu
dengan simfoni
ayam menang kampung tergadai
dan bangsamu
rakyat jelata yang melarat melata
menyambut dengan chorus si luncai
"biarkan! biarkan!”

(iii)

Poksuleh
tahulah kau duhai anak Labok keramat
kini kau tidak lagi tersendiri menghirup duri
kini kau tidak lagi tidak dimengerti
selagi sungainya tanah tumpah darah kelahiranmu
tetap terus mengalir ke utara
selagi itulah satu demi satu
demi satu demi satu tanpa henti
kami akan mengerumnimu menjadi armada
bersama kita merentas segara
membelah benua
demi mengembalikan
mertabat bangsa kita
yang kini bukan cuma
sekadar itik kehausan di air
ayam kelaparan di kepuk
malah sebenarnya
adalah lebih hina dan tak bermaya
dari sekandang abdi yang buta
bisu dan tuli

yassinsalleh
Awal Ogos, 2007.

Teratak Wan Fatul
Kampung Mempatih
Lancang, Pahang
Sumpah Merdeka

didetik saat dan ketika ini
jiwa parah semerah api
meledak jutaan bara derita
warga kota dan anak desa
yang sekian lama ikrar setia
junjung panji sumpah merdeka

warga pilu merintih sedih
menanti kasih bersalut buih
menuntut janji di hujung sepi
lautan mimpi tiada bertepi
malam suram mentari jingga
siang sengsara bulan gerhana
dipukau sihir iblis perdana
di ruang legar persada kuasa

bara derita meledak angkasa
jiwa parah memancur darah
warga kota dan anak desa
bangkit menggema suara massa
mengibar panji menuntut bela
iblis perdana dilenyap kuasanya
mentari jingga dan bulan gerhana
dihancur lulurkan di ruang maya

malam hilang rona suramnya
siang hilang pancar ngerinya
warga kota dan anak desa
menghias tugu di pinggir istana
merah biru putih dan kuning
mewarna sumpah anak pertiwi
hidup merdeka sepanjang usia
daulat negara sepanjang hayat

Ruhanie Ahmad
country heights, kajang
1 September 2007